ARIEF HENDRA P.U
1IA07
NPM:51414565
Stratifikasi Sosial di Indonesia
Indonesia
merupakan bangsa yang memiliki karakteristik masyarakat yang majemuk.
Kemajemukan tersebut yang menghasilkan adanya stratifikasi sosial atau
pengelompokan suatu masyarakat ke dalam tingkatan-tingkatan tertentu
secara vertikal. Stratifikasi sosial sebenarnya sudah ada sejak jaman
Indonesia di jajah oleh Belanda dan Jepang. Koloni mengelompokkan
masyarakat Indonesia ke dalam golongan-golongan tertentu sesuai dengan
rasnya. Akan tetapi di jaman sekarang, stratifikasi sosial tidak lagi
dikelompokkan berdasarkan ras. Stratifikasi sosial di Indonesia lebih
mengarahkan penggolongan suatu masyarakat yang dinilai dari segi status
sosialnya seperti jabatan, kekayaan, pendidikan atau sistem feodal pada
masayarkat Aceh dan kasta pada masyarakat Bali. Sedangkan ras, suku,
klan, budaya, agama termasuk ke dalam penggolongan secara horizontal.
Terdapatnya masyarakat majemuk di
Indonesia tidak serta muncul begitu saja, akan tetapi karena
faktor-faktor seperti yang dijelaskan dalam artikel Nasikun (1995)
yaitu, pertama keadaan geografis yang membagi Indonesia kurang lebih
3000 pulau. Hal tersebut yang menyebabkan Indonesia memiliki suku budaya
yang banyak seperti Jawa, Sunda, Bugis, Dayak, dan lain-lain. Kedua
ialah Indonesia terletak di antara Samudera Indonesia dan Samudera
Pasifik yang mneyebabkan adanya pluralitas agama di dalam masyarakat
Indonesia seperti Islam, Kristen, Budha, dan Hindu. Dan ketiga ialah
iklim yang berbeda-beda dan struktur tanah yang tidak sama yang
menyebabkan perbedaan mata pencaharian antar wilayah satu dengan wilayah
lainnya. Sehingga hal tersebut pula dapat membedakan moblitas suatu
masyarakat satu dengan masyarakat lainnya dalam kondisi wilayah yang
berbeda.
Kemudian Pierre L. van den Berghe dalam
artikel Nasikun (1995) menyebutkan karaktistik dari masyarakat majemuk
ialah (1) Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang memiliki
sub-kebudayaan yang berbeda satu sama lain, (2) Memiliki struktur
sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat
nonkomplementer, (3) Kurang mengembangkan konsensus di antara anggota
masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar, (4) Secara
relatif, seringkali terjadi konflik di antara kelompok satu dengan
kelompok lainnya, (5) Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas
paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi, (6) Adanya
dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok lainnya.
Masyarakat majemuk tentu rentan terhadap
adanya konflik. Hal tersebut dikarenakan etnosentrisme suatu kelompok
masyarakat terhadap kelompok masyarakat yang lainnya. Hal tersebut
dirasa wajar mengingat terdapat banyaknya suku budaya yang ada di
Indonesia yang masing-masing dari suku tersebut merasa bahwa sukunya
lebih dominan dari suku lain. Seperti pernyataan dari pendekatan
konflik, bahwa masyarakat majemuk terintegrasi di atas paksaan dari
suatu kelompok yang lebih dominan dan karena ada saling ketergantungan
antar kelompok dalam hal ekonomi (Nasikun 1995, 64). Kelangsungan hidup
suatu masyarakat Indonesia tidak saja menuntut tumbuhnya nilai-nilai
umum tertentu yang disepakati bersama oleh sebagian besar orang akan
tetapi lebih daripada itu nilai-nilai umum tersebut harus pula mereka
hayati melalui proses sosialisasi (Nasikun 1995, 65). Sehingga dari
proses sosialisasi yang ditanamkan sejak dini, dapat mengurangi resiko
konflik antar masyarakat dalam pandangan yang etnosentris.
Namun, proses integrasi nasional dapat
berkembang secara tangguh seperti pernyataan Liddle dalam artikel
Nasikun (1995) apabila, (1) Sebagian besar anggota masyarakat sepakat
mengenai batas-batas teritorial dari negara sebagai suatu kehidupan
politik dimana mereka adalah warganya, dan (2) Sebagian besar anggota
masyarakat sepakat mengenai struktur pemerintahan dan aturan-aturan dari
proses politik yang berlaku bagi seluruh masyarakat dalam suatu negara.
Sehingga masyarakat sadar akan pentingnya nilai-nilai konsensus
nasional berdasarkan sistem nilai sebuah negara agar dapat diwujudkan
demi terintegrasinya suatu bangsa sebagai kesatuan masyarakat politik.
Dan dalam proses merdekanya Indonesia, persamaan akan nasib yang sama
yang membuat seluruh masyarakat Indonesia bersatu untuk memerdekakan
diri di atas kemajemukan sosial. Sehingga pluralitas yang ada di
Indonesia tidak seharusnya dipermasalahkan.
Dari pandangan penulis dapat disimpulkan
bahwa, stratifikasi yang terdapat di dalam bangsa Indonesia seharusnya
dapat dimengerti secara bijak. Kemunculan sistem penggolongan masyarakat
ke dalam kelompok-kelompok tertentu tidak begitu saja muncul di atas
kemajemukan suatu bangsa. Ada sebuah hal yang dihargai dalam suatu
kelompok masyarakat yang menyebabkan stratifikasi sosial itu dibutuhkan.
Dan pluralitas yang terdapat dalam bangsa Indonesia seperti perbedaan
agama, suku, budaya dan ras seharusnya tidak dijadikan sebuah masalah
mengingat semboyan yang selalu ditanamkan oleh masyarakat Indonesia
yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Dan pasca merdekanya Indonesia,
menurut penulis perbedaan-perbedaan tersebut semakin membesar mengingat
bahwa suatu masyarakat di dalam suatu wilayah akan terus berkembang.
Referensi :
Nasikun. 1995. Struktur Majemuk Indonesia, dalam Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, pp. 27-50
Nasikun. 1995. Struktur Masyarakat Indonesia dalam Masalah Integrasi Nasional, dalam Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, pp. 61-87